Aviez Design

welcome to our blog

We are Magcro

Posts

Comments

The Team

Blog Journalist

Connect With Us

Join To Connect With Us

    Posted by: Aviez Posted date: 02.02 / comment : 0

    Di penghujung tahun 2007 bahkan mengawali tahun 2008, banyak sekali para ahli dan
    pengamat melakukan evaluasi, untuk membuat catatan akhir tahun yang telah berlalu.
    Seakan kaset yang diputar ulang. Berbagai kritik, dari yang santun sampai yang pedas,
    menghias berbagai media.

    Rezim berkuasa pun tak tinggal diam. Berbagai tangkisan terhadap kritik dikemukakan.
    Sederet fakta keberhasilan dikibarkan. Untuk memelihara dan mengerek citra diri di
    hadapan rakyat. Bahkan tuan presiden pun turun tangan, seakan khawatir kalau kritikan
    pedas akan membahayakan kredibilitasnya.

    Kehidupan perpolitikan yang kondusif, stabilitas makroekonomi, hubungan
    internasional yang harmonis dan keamanan nasional merupakan fakta‐fakta
    keberhasilan yang tidak perlu disangkal.

    Namun, keinginan kami untuk menyampaikan kekurangan yang masih ada bukan untuk
    mendiskreditkan tuan, hanya semata untuk memudahkan ingatan terhadap apa‐apa
    yang masih harus dikerjakan. Dalam bahasa manajemen, melakukan negative list ini
    dikenal dengan management by exception. Hanya untuk menyederhanakan bukan
    untuk melupakan.

    Kalau kami ingat bahwa dimasa awal kepemimpinan SBY, tim ekonomi telah membuat
    RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) untuk periode 2004 sampai
    dengan 2009. Berdasar dokumen ini masih terdapat beberapa hal yang perlu untuk
    dikejar. Tentu dengan strategi jitu dan kerja keras. Mengingat kini telah memasuki
    tahun 2008, dan di tahun 2009, tentu akan sangat sibuk dengan berbagai agenda
    perpolitikan. Karena itu, tahun 2008 ini menjadi tahun yang amat menentukan.
    Pertumbuhan ekonomi 2007 memang telah kembali mencapai angka di atas 6% atau
    diprediksikan akan mencapai 6,3%. Namun angka ini masih jauh dibawah target RPJM,
    yang sebesar 6,7%. Bahkan prediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ini tergolong
    moderat dibanding beberapa negara industri baru Asia yang lain, seperti China 11%,
    India 9,4%, Vietnam 8,3%, Singapura 7,6% dan Sri Langka 7,4%. Tahun lalu pun target
    pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan sebesar 6,1%, namun realisasinya hanya 5,5%.

    Target pertumbuhan ekonomi tahun 2008, versi RPJM sebesar 7,1% atau pun 6,8% versi
    APBN akan sangat berat mengingat trend melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia
    yang dimotori oleh lesunya ekonomi Amerika Serikat. Namun demikian, apabila
    pemerintah cermat mengelola oportunitas yang ada serta bekerja keras, tentu kita
    masih bisa berharap. Karena diprediksikan pertumbuhan ekonomi akan tetap tinggi
    untuk negara‐negara industri baru di Asia yang dimotori oleh China dan India.

    Kemiskinan, sebagai salah satu janji kampanye SBY, sepertinya belum menyentuh akar
    permasalahan. Padahal tema pembangunan nasional yang diusung dalam RPJM adalah
    Percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran.
    Sehingga angka kemiskinan dan pengangguran tentu akan menjadi key success indicator
    keberhasilan tuan dalam memimpin negeri.

    Tingkat penduduk miskin diproyeksikan sebesar 18,8 juta orang (8,2%). Faktanya sampai
    dengan Maret 2007 berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS 2 Juli 2007, kemiskinan
    masih jauh dari target yang dipatok. Jumlah penduduk miskin masih sebesar 37,17 juta
    orang (16,58%), menurun sebesar 2,13 juta orang dari sebesar 39,30 juta orang
    (17,75%). Penurunan ini walau perlu diapresiasi, namun secara jumlah tidaklah
    signifikan. Karena boleh jadi angka ini masih dalam marjin kesalahan perhitungan
    statistik. Artinya memang belum ada perubahan signifikan.

    Begitu pun pengangguran. Walau pun menurun data BPS, jumlah pengangguran telah
    mengalami penurunan namun masih sangat jauh dari target RPJM. Per Februari 2005
    tercatat sejumlah 10,85 juta penganggur (10,26%), naik menjadi 11,10 juta (10,25%)
    pada Februari 2006, kemudian turun ke angka 10,54 juta (9,75%) pada Februari 2007.
    Padahal proyeksi RPJM untuk periode 2005 – 2007 berturut‐turut adalah 9,9 juta (9,5%),
    9,4 juta (8,9%) dan 8,5 juta (7,9%). Apalagi untuk mengejar target RPJM dua tahun
    terakhir yang sebesar 7,3 juta (6,6%) dan 5,7 juta (5,1%) penganggur. Tentu merupakan
    pekerjaan yang sangat berat.

    Tentu tidak fair, kalau menghakimi kenyataan hari ini dengan proyeksi masa lalu. Karena
    kondisi telah berubah, asumsi dasarnya pun sudah tidak sama. Akan tetapi, lebih
    mengherankan kalau kita berdiam diri walau hanya sekedar mengingatkan, akan apa
    yang telah didengung‐dengungkan sebagai semangat kebersamaan dalam membangun
    bangsa.

    Tentu rakyat akan bertanya, sudahkan pemimpin mereka bekerja secara bersungguhsungguh.
    Karena untuk menggapai target besar itu diperlukan upaya yang besar pula.
    Kesungguhan yang setimpal. Substansial tidak hanya artifisial.
    Prioritas anggaran, sebagai manifestasi prioritas pembangunan, pun belum nampak
    nyata kesesuaiannya dengan tema pembangunan nasional. Sebagai bukti, pemerintah
    masih tidak konsisten dalam mereduksi pos belanja subsidi BBM. Padahal telah jelas,
    adanya distorsi tujuan dalam subsidi ini. Di tahun 2007 pos subsidi BBM kembali
    melonjak mencapai Rp85,5 triliun.

    Selain itu, anggaran pendidikan – terlepas dari bagaimana kualitas pengelolaannya –
    pun masih belum mencapai 20%, sebagaimana yang telah diprioritaskan oleh konstitusi.
    Padahal pendidikan penting untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Bukan
    hanya kemiskinan pendapatan, namun juga kemiskinan non‐pendapatan, seperti akses
    terhadap kesehatan, gizi dan ilmu pengetahuan.

    Belum jelas terasa kebijakan pemerintah yang mensejahterakan masyarakat golongan
    bawah. Karena pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi belum mampu mengurangi
    kemiskinan dan pengangguran secara nyata.

    Infrastruktur pertanian dan pedesaan – dimana mayoritas kaum miskin berada – kurang
    terperhatikan. Belanja anggaran ke daerah belum dioptimalkan untuk menggerakkan
    roda ekonomi sektor riil masyarakat. Karena faktanya masih banyak yang nangkring di
    SBI, dan jumlahnya pun semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dalam hal ini seakanakan
    pemerintah pusat kehilangan kendalinya.
    Berlarut‐larutnya proses birokrasi anggaran – yang kembali menyebabkan
    keterlambatan pencairan – juga memberi andil bagi terhambatnya kemajuan atau pun
    kualitas pembangunan.

    Memang kurang mengenakkan. Tapi inilah segelintir dari masalah yang ada dalam daftar
    negatif. Sekali lagi bukan untuk melupakan prestasi yang telah diraih, namun hanya
    sekedar untuk menyederhanakan, sekedar untuk mengingat tentang apa‐apa yang
    masih harus dikerjakan.

    Karena kalau kita terlalu bangga dengan keberhasilan diri, sibuk mematut‐matut diri
    maka akan membuat lupa akan pekerjaan yang masih harus dikerjakan. Sebaliknya,
    yang sibuk bekerja memang akan kurang tidur dan lupa akan penampilan diri. Namun
    percayalah tuan bahwa rakyat akan tetap menilai dengan kaca mata kejujurannya. Becik
    ketitik ala ketara. Yang baik akan kelihatan, yang buruk pun akan nampak.

    "Google"

    icon allbkg

    Tagged with:

    Next
    Posting Lebih Baru
    Previous
    Posting Lama

    Tidak ada komentar:

    Leave a Reply

Comments

The Visitors says